Pengertian Psikologi Kenabian
Prophetic Psychology (Psikologi Kenabian) adalah suatu ilmu yang membahas dan mengkaji tentang eksistensi jiwa (hakekat jiwa, sifat jiwa, martabat jiwa dan maqam jiwa) dan gejala jiwa (sikap, prilaku, tindakan, penampilan dan gerak-gerik diri) dari manusia yang telah mencapai kesempurnaan dalam melaksanakan evolusi dan transformasi diri melalui pemahaman dan pengamalan agama secara totalitas berdasarkan wahyu ketuhanan (al-Qur'an), sabda kenabian (as-Sunnah), pendapat para ahli serta pengalaman ruhaniah para aulia Allah dan orang-orang saleh.
Metode Psikologi Kenabian
Metode yang dipakai dalam Psikologi Kenabian ada dua, yakni: pertama: metode ilahiah, yaitu suatu cara memahami dan mengkaji persoalan-persoalan eksistensi dan gejala jiwa manusia melalui bimbingan Allah swt. Teksisnya ada empat cara, yakni melalui kajian terhadap pesan-pesan wahyu ketuhanan (al-Qur'an) dan sabda kenabian (as-Sunnah), analisa mimpi yang benar dan bermakna, intuisi (ilham) yang benar yang bermuara dalam qalbu yang bersih dan bening dari penyakit ruhani dan melalui mukasyafah (ketersingkapan indera batin) dan musyahadah (penyaksian batin secara langsung sebagai pelaku di alam ruhaniah dan jiwa); kedua: metode ilmiah, yaitu suatu metode yang biasa dilakukan di dalam penelitian-penelitian ilmiah pada umumnya, seperti observasi, pengumpulan bahan-bahan, biografis, angket dan wawancara.
Kedua metode ini (metode ilahiah dan ilmiah) harus dapat dikuasai oleh seorang psikolog, lebih-lebih psikolog agama, sebab jika ia belum memiliki penguasaan terhadap kedua metode ini, maka pengetahuannya tentang hakekat manusia dan berbagai problematikanya tidak akan pernah lengkap, sempurna dan utuh, dan lebih-lebih pada penerapannya di dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu terbukti seringnya penulis menerima limpahan persoalan-persoalan psikologis yang belum dan tidak dapat diselesaikan secara tuntas oleh beberapa psikolog di Indonesia, padahal sebagian besar mereka adalah orang-orang muslim yang taat kepada agamanya. Akan tetapi sangat disayangkan jika ketaatannya itu belum dapat menghidupkan dan memberi ruh kepada ilmu psikologi yang dimilikinya itu. Sehingga ilmu yang ada dalam dirinya itu tidak mampu menguak hakekat yang ada dalam dirinya sendiri, apalagi orang lain. Inilah yang menjadi sebab"ilmu jiwa tanpa jiwa", sebagaimana dapat direnungkan dalam ungkapan yang populer di dunia sufi, "barangsiapa yang telah mengenal hakekat dirinya, niscaya ia akan mengenal Tuhannya, niscaya tersingkaplah rahasia-Nya dan lenyaplah dirinya".
Fungsi dan Tujuan Psikologi Kenabian
Fungsi Psikologi Kenabian yang utama adalah memberikan suatu penjelasan dan pengetahuan, bahwa ajaran kenabian dalam Islam bukanlah hanya sebagai sebuah pengetahuan, akan tetapi ia merupakan tuntunan yang wajib diyakini dan diaplikasikan di dalam diri bagi setiap manusia yang telah bersyahadat (bersaksi) akan kebenaran datangnya kematian. Implementasi dari dua kalimat persaksian "asyhadu alla ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadarrasulullah" (saya bersaksi bahwa tiada sesembahan melainkan Zat yang bernama Allah, dan saya bersaksi bahwasanya Nabi Muhammad adalah utusan Allah) adalah melakukan evolusi dan transformasi kedirian dari jiwa hewani kepada jiwa insani, dan puncaknya kepada jiwa robbani. Sedangkan tujuan dari Psikologi Kenabian adalah: mengantarkan manusia mengenal hakekat dirinya yang azali dan hakiki, yang bersifat ketuhanan, ruhaniah, bercahaya, dan tidak akan pernah terpisah dari Tuhannya; mengantarkan manusia mengenal eksistensi Tuhannya yang tidak dapat diserupakan dengan apa pun; mengantarkan manusia agar dapat mencapai sehat dan sejahtera secara holistik (sehat fisik, mental, spiritual, finansial dan sosial); dan mengantarkan manusia agar dapat mengembangkan potensinya yang hakiki, sebagaimana yang telah ditauladankan oleh Nabi Muhammad saw, yakni cerdas melangit dan cerdas membumi (baca Hamdani, Prophetic Intelligence, al-Manar Yogyakarta, 2008)
Prophetic Psychology (Psikologi Kenabian) adalah suatu ilmu yang membahas dan mengkaji tentang eksistensi jiwa (hakekat jiwa, sifat jiwa, martabat jiwa dan maqam jiwa) dan gejala jiwa (sikap, prilaku, tindakan, penampilan dan gerak-gerik diri) dari manusia yang telah mencapai kesempurnaan dalam melaksanakan evolusi dan transformasi diri melalui pemahaman dan pengamalan agama secara totalitas berdasarkan wahyu ketuhanan (al-Qur'an), sabda kenabian (as-Sunnah), pendapat para ahli serta pengalaman ruhaniah para aulia Allah dan orang-orang saleh.
Metode Psikologi Kenabian
Metode yang dipakai dalam Psikologi Kenabian ada dua, yakni: pertama: metode ilahiah, yaitu suatu cara memahami dan mengkaji persoalan-persoalan eksistensi dan gejala jiwa manusia melalui bimbingan Allah swt. Teksisnya ada empat cara, yakni melalui kajian terhadap pesan-pesan wahyu ketuhanan (al-Qur'an) dan sabda kenabian (as-Sunnah), analisa mimpi yang benar dan bermakna, intuisi (ilham) yang benar yang bermuara dalam qalbu yang bersih dan bening dari penyakit ruhani dan melalui mukasyafah (ketersingkapan indera batin) dan musyahadah (penyaksian batin secara langsung sebagai pelaku di alam ruhaniah dan jiwa); kedua: metode ilmiah, yaitu suatu metode yang biasa dilakukan di dalam penelitian-penelitian ilmiah pada umumnya, seperti observasi, pengumpulan bahan-bahan, biografis, angket dan wawancara.
Kedua metode ini (metode ilahiah dan ilmiah) harus dapat dikuasai oleh seorang psikolog, lebih-lebih psikolog agama, sebab jika ia belum memiliki penguasaan terhadap kedua metode ini, maka pengetahuannya tentang hakekat manusia dan berbagai problematikanya tidak akan pernah lengkap, sempurna dan utuh, dan lebih-lebih pada penerapannya di dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu terbukti seringnya penulis menerima limpahan persoalan-persoalan psikologis yang belum dan tidak dapat diselesaikan secara tuntas oleh beberapa psikolog di Indonesia, padahal sebagian besar mereka adalah orang-orang muslim yang taat kepada agamanya. Akan tetapi sangat disayangkan jika ketaatannya itu belum dapat menghidupkan dan memberi ruh kepada ilmu psikologi yang dimilikinya itu. Sehingga ilmu yang ada dalam dirinya itu tidak mampu menguak hakekat yang ada dalam dirinya sendiri, apalagi orang lain. Inilah yang menjadi sebab"ilmu jiwa tanpa jiwa", sebagaimana dapat direnungkan dalam ungkapan yang populer di dunia sufi, "barangsiapa yang telah mengenal hakekat dirinya, niscaya ia akan mengenal Tuhannya, niscaya tersingkaplah rahasia-Nya dan lenyaplah dirinya".
Fungsi dan Tujuan Psikologi Kenabian
Fungsi Psikologi Kenabian yang utama adalah memberikan suatu penjelasan dan pengetahuan, bahwa ajaran kenabian dalam Islam bukanlah hanya sebagai sebuah pengetahuan, akan tetapi ia merupakan tuntunan yang wajib diyakini dan diaplikasikan di dalam diri bagi setiap manusia yang telah bersyahadat (bersaksi) akan kebenaran datangnya kematian. Implementasi dari dua kalimat persaksian "asyhadu alla ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadarrasulullah" (saya bersaksi bahwa tiada sesembahan melainkan Zat yang bernama Allah, dan saya bersaksi bahwasanya Nabi Muhammad adalah utusan Allah) adalah melakukan evolusi dan transformasi kedirian dari jiwa hewani kepada jiwa insani, dan puncaknya kepada jiwa robbani. Sedangkan tujuan dari Psikologi Kenabian adalah: mengantarkan manusia mengenal hakekat dirinya yang azali dan hakiki, yang bersifat ketuhanan, ruhaniah, bercahaya, dan tidak akan pernah terpisah dari Tuhannya; mengantarkan manusia mengenal eksistensi Tuhannya yang tidak dapat diserupakan dengan apa pun; mengantarkan manusia agar dapat mencapai sehat dan sejahtera secara holistik (sehat fisik, mental, spiritual, finansial dan sosial); dan mengantarkan manusia agar dapat mengembangkan potensinya yang hakiki, sebagaimana yang telah ditauladankan oleh Nabi Muhammad saw, yakni cerdas melangit dan cerdas membumi (baca Hamdani, Prophetic Intelligence, al-Manar Yogyakarta, 2008)
Islam And Knowledge
Kata Islam berasal dari bahasa Arab "aslama-yuslimu-islaman" yang mengandung arti berserah atau menyerahkan, tunduk, patuh dan beragama Islam, sebagaimana firman-Nya: "Dan Aku telah meredhoi Islam menjadi agama bagimu" (Al-Maidah, 5:3); Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang telah menyerahkan dirinya kepada Allah, sedangkan ia pun seorang yang mengerjakan kebaikan, dan ia telah mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah telah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya" (An-Nisa,4:125).
Nabi Muhammad saw yang mengajarkan agama manusia patuh dan tunduk kepada Zat Yang Maha Pencipta, Yang Maha Hidup dan Yang Maha Memberi kehidupan dengan cara memahaesakan-Nya, mengakui dan mengikuti kebenaran Rasul-Nya Muhammad saw, mengerjakan ibadah solat, berpuasa di bulan Ramadhan, menunaikan zakat dan beribadah haji ke Makkah Al-Mukarram.
Kata Islam berasal dari bahasa Arab "aslama-yuslimu-islaman" yang mengandung arti berserah atau menyerahkan, tunduk, patuh dan beragama Islam, sebagaimana firman-Nya: "Dan Aku telah meredhoi Islam menjadi agama bagimu" (Al-Maidah, 5:3); Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang telah menyerahkan dirinya kepada Allah, sedangkan ia pun seorang yang mengerjakan kebaikan, dan ia telah mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah telah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya" (An-Nisa,4:125).
Nabi Muhammad saw yang mengajarkan agama manusia patuh dan tunduk kepada Zat Yang Maha Pencipta, Yang Maha Hidup dan Yang Maha Memberi kehidupan dengan cara memahaesakan-Nya, mengakui dan mengikuti kebenaran Rasul-Nya Muhammad saw, mengerjakan ibadah solat, berpuasa di bulan Ramadhan, menunaikan zakat dan beribadah haji ke Makkah Al-Mukarram.
Good Personality
Kepribadian adalah eksistensi manusia yang tumbuh dan berkembang melalui proses pendidikan sejak di dalam kandungan hingga di luar kandungan, yang terekspresi pada pola keyakinan, pola pikir, sikap, prilaku, tindakan dan gerak-gerik diri. Seperti kepribadian seorang pedagang dengan seorang petani, keduanya dapat kita ketahui pasti memiliki kepribadian yang berbeda, seorang rasionalis dengan spiritualis keduanya juga demikian, pasti memancarkan kepribadian yang berbeda pula.
Bagaimana metode menumbuhkembangkan kepribadian yang bersifat propetik {kenabian}? Tentu saja kita harus mengkaji secara mendalam tentang proses pertumbuhan dan perkembangan kepribadian Rasulullah saw, sejak di dalam kandungan hingga beliau wafat. Namun produk akhir beliau secara populer telah kita ketahui bersama, bahwa beliau memiliki kepribadian yang sempurna, yakni siddiq (jujur), amanah (dipercaya), tabligh (terbuka), fathonah (cerdas), zuhud (sederhana), sabar (tabah), istiqomah (konsisten), muroqobah (mawas diri) dan sebagainya.
Jika anda ingin lebih mengetahui dan mengkaji lebih dalam, dapat anda peroleh dari sebuah buku yang berjudul "PSIKOLOGI KENABIAN" (PROPHETIC PSYCHOLOGY) yang disusun oleh HAMDANI BAKRAN ADZ-DZAKIEY.
Kepribadian adalah eksistensi manusia yang tumbuh dan berkembang melalui proses pendidikan sejak di dalam kandungan hingga di luar kandungan, yang terekspresi pada pola keyakinan, pola pikir, sikap, prilaku, tindakan dan gerak-gerik diri. Seperti kepribadian seorang pedagang dengan seorang petani, keduanya dapat kita ketahui pasti memiliki kepribadian yang berbeda, seorang rasionalis dengan spiritualis keduanya juga demikian, pasti memancarkan kepribadian yang berbeda pula.
Bagaimana metode menumbuhkembangkan kepribadian yang bersifat propetik {kenabian}? Tentu saja kita harus mengkaji secara mendalam tentang proses pertumbuhan dan perkembangan kepribadian Rasulullah saw, sejak di dalam kandungan hingga beliau wafat. Namun produk akhir beliau secara populer telah kita ketahui bersama, bahwa beliau memiliki kepribadian yang sempurna, yakni siddiq (jujur), amanah (dipercaya), tabligh (terbuka), fathonah (cerdas), zuhud (sederhana), sabar (tabah), istiqomah (konsisten), muroqobah (mawas diri) dan sebagainya.
Jika anda ingin lebih mengetahui dan mengkaji lebih dalam, dapat anda peroleh dari sebuah buku yang berjudul "PSIKOLOGI KENABIAN" (PROPHETIC PSYCHOLOGY) yang disusun oleh HAMDANI BAKRAN ADZ-DZAKIEY.
Perceptual Intelligence (Kecerdasan Persepsi), adalah kemampuan yang terpadu antara jiwa dan pancaindera (psikosensorik). Dengan kecerdasan itu seseorang akan memiliki kemampuan untuk menangkap dan memberi penilaian dari esensi suatu materi yang telah ditangkap oleh pancaindera, seperti mengecap dengan lidah, membau dengan hidung, melihat dengan mata, mendengar dengan telinga dan meraba dengan sentuhan telapak tangan atau kulit. Dalam konsep Prophetic Intelligence, bahwasanya yang ditangkap oleh pancaindera itu tidak hanya sesuatu yang bersifat fisikal tetapi juga spiritual dan transendental. Lidah tidak hanya mampu merasakan rasa manis, asam, pahit, pedas, tawar dan asin, tetapi juga mampi merasakan antara halal dan haram, syubhat dan pasti, manfaat dan mudharat atau hak dan batil. Sehingga seseorang akan selalu memiliki sikap waspada, mawas diri dan kehati-hatian yang cukup tinggi.
Intellectual Intelligence (Kecerdasan Berfikir), adalah kemampuan yang terpadu antara jiwa dan akal fikir (psikokognitif). Dengan kecerdasan ini seseorang akan memiliki kemampuan untuk memahami, menganalisa, membanding dan mengambil hikmah dari segala hal yang terjadi di dalam kehidupan, baik yang bersifat duniawiyah dan ukhrowiyah, lahir dan batin, manfaat dan mudharat, halal dan haram, hak dan batil, terpuji dan tercela. Dengan kecerdasan ini seseorang akan mampu berfikir obyektif (jelas, pasti dan dapat diketahui secara universal), sistematis (runtut dan tertata), metodologis(memiliki cara-cara yang logis dan mudah diikuti) dan argumentatif(memiliki dasar-dasar dan dalil-dalil yang benar, baik secara teoritis, praktis maupun empiris). Dengan kecerdasan ini seseorang akan terlepas dari sikap fanatisme dan sektarian yang picik, kritis membangun dan langsung memberikan solusi dan saran positif yang dimulai dari diri sendiri, bukan kritis tetapi hanya sebatas mengeritik, bahkan cenderung menjatuhkan kalau perlu sampai mematikan karakter. Buah-buah pemikiran dalam konsep ini bersifat solusif, mudah difahami baik dari strata intelektual masyarakat paling bawah hingga paling atas, serta dapat memotivasi orang lain untuk segera melakukan perubahan positif tanpa merasa dipaksa, terpaksa, ditekan dan digurui.
Emotional Intelligence (Kecerdasan Emosi) adalah kemampuan yang terpadu antara jiwa dan qalbu (psikoafeksi). Dengan kecerdasan ini seseorang akan memiliki kemampuan untuk beriteraksi, beradabtasai, berkomunikasi dan berintegrasi dengan lingkungan hidup yang bersifat kemakhlukan. Dengan kecerdasan ini seseorang dapat merasakan emosi (perasaan) manusia, hewan, tetumbuhan, benda-benda, kondisi ruang dan waktu, sehingga ia akan dengan mudah melakukan adabtasi dan berinteraksi aktif dengan kondidi-kondisi itu. Bahkan puncaknya ia selalu mampu mengendalikan dan mengontrol emosi. Dalam perspektif Prophetic Intelligence (Kecerdasan Kenabian) dan Prophetic Psychology (Psikologi Kenabian), kecerdasan ini akan membuat seseorang menjadi banyak bersahabat dengan semua penghuni atau ciptaan Allah swt yang terdapat di muka bumi ini, tolong menolong dan saling menjalin hubungan kasih-sayang di atas nilai-nilai ketuhanan. Dalam sejarah kehidupan para Nabi Allah dapat kita ketahui, bahwa betapa indahnya ketika itu burung-burung, gunung-gunung, angin dan awan ikut bertasbih bersama Nabi Daud as untuk memahasucikan Sang Penciptanya, semut-semut, burung-burung dan jin-jin, semuanya berada dalam managemen kehidupan Nabi Sulaiman as, yang paling dahsyat adalah Rasulullah saw, dimana tidak hanya manusia, jin, hewan, tetumbuhan, benda-benda, bahkan para malaikat pun berselawat kepada beliau. Artinya daya jangkau hubungan emosi beliau sangat luas dan universal.
Adversity Intelligence (Kecerdasan Bejuang Menghadapi Tantangan Hidup), adalah kemampuan yang terpadu antara jiwa dan fisik (psikomotorik). Dengan kecerdasan ini seseorang akan terhindar dari sikap berputus asa, pengecut, mudah menyerah, tidak bisa menerima apa adanya, takut miskin, malas, berburuk sangka. Eksistensi kecerdasan ini dapat kita tauladani dari para Nabi Allah, seperti ketabahan Nabi Ayyub as dalam menerima penyakit fisik yang begitu berat, sehingga orang-orang terdekatnya menjauh dan meninggalkannya; Nabi Ibrahim as ketika menghadapi tekanan Raja Namrud, bahkan beliau dibakar hidup-hidup, tetapi beliau diselamatkan oleh Allah swt; Nabi Yusuf as sejak kecil hingga dewasa menghadapi tekanan saudara-saudaranya dan fitnah istri raja Mesir, hingga beliau dimasukkan ke dalam penjara, namun atas pertolongan Allah swt akhirnya beliau pun memperoleh kebahagiaan sebagai raja dan bertemu kembali dengan saudara dan sang ayahndanya tercinta Nabi Yaqub as; Nabi Musa as ketika menghadapi tekanan Firaun; dan Rasulullah saw ketika menghadapi tekanan dan provokasi dari kaum musyrikin Quraisy, kafirin dan munafiqin hingga wafatnya beliau.
Prophetic Leadership adalah model pemimpin dan kepemimpinan yang berbasis kenabian, yakni Nabi Muhammad saw. Dalam konsep ini yang dibahas adalah tentang risalah pemimpin dan kepemimpinan para rasul Allah dan khusunya Nabi Muhammad saw. Fokusnya adalah membahas model diri seorang pemimpin yang bersumber pada hakekat figur Rasulullah saw (proses pendidikan kepemimpinannya, masa pengukuhan risalah kerasulan dan kepemimpinannya, integritas kepemimpinannya, daya kharisma kepemimpinannya, cara beliau mempengaruhi ummat dan memperoleh pengikut, prinsip-prinsip dasar kesuksesan risalah kepemimpinannya, akibat orang-orang yang tidak meneruskan model kepemimpinannya), pengertian pemimpin dan kepemimpinan kenabian, hakekatnya, karakteristiknya, orang-orang yang berhak menerima ketajalian Allah swt, syafaat Rasulullah saw, restu penghuni langit dan bumi dalam risalah pemimpin dan kepemimpinannya, metode menumbuhkan potensi pemimpin dan kepemimpinan kenabian, implementasi potensi pemimpin dan kepemimpinan kenabian dan pentingnya pendidikan dan pelatihan "Prophetic Leadership" di Indonesia, mengapa? Insyaallah buku ini masih dalam proses penyelesaian penulisannya. Mohon doanya, amin
Prophetic leadership is a kind of
Spiritual Intelligence (Kecerdasan Rohani), adalah kemampuan yang terpadu antara jiwa dan ruh (psikospiritual). Dengan kecerdasan ini seseorang akan memiliki kemampaun untuk berinteraksi, beradabtasai, berkomunikasi dan berintegrasi langsung kepada Allah swt, para malaikat-Nya, para ruh nabi, rasul, aulia dan orang-orang saleh, baik bagi ruh mereka yang telah wafat maupun yang masih hidup didalam kehidupan dunia ini, mengetahui dan memahami hakekat ilmu dan kebenaran hakiki. Proses terjadinya keadaan itu bisa dialami secara langsung melalui mimpi, ilham (intuisi), mukasyafah (ketersingkapan mata hati) atau musyahadah (persaksian langsung sebagai pelaku dan peristiwa dari keadaan itu). Sebagaimana dapat ditauladani dari Nabi Musa as yang mampu bercakap-cakap kepada Allah swt secara langsung, Nabi Ibrahim as menerima titah-Nya melalui mimpi untuk menyembelih putranya Ismail as; Rasulullah saw pernah mendengar suara terompah Bilal ra di dalam surga padahal Bilal as masih hidup, juga beliau melihat Abdurrahman bin Auf memasuki surga dengan keadaan merangkak karena kurang bersedekah, padahal sahabat itu masih hidup di dunia; kedekatan Al-Khallaj ra, Muhyiddin Ibn Arabi ra, Rabiah al-Adawiyah ra, dan kekasih-kekasih Allah yang lainnya dengan Allah, mereka adalah orang-orang yang sangat dekat dan mencintai Rabnya.
Prophetic Intelligence adalah suatu potensi yang berbasis kenabian, yang terdiri dari lima kecerdasan (adversity intelligence, spiritual intelligence, emotional intelligence, perceptual intelligence dan intellectual intelligence). Semua kecerdasan itu terbangun di atas kualitas kesehatan ruhani (ketakwaan terhadap Allah swt). Ketaqwaan ada keadaan dan kedudukan spiritual yang berada di sisi-Nya, sedangkan kecerdasan kenabian (prophetic intelligence) adalah potensi membumikan, menafsirkan dan mengejawantahkan pesan-pesan ketuhanan di dalam kehidupan sehari-hari di permukaan bumi ini, dalam bentuk buah pemikiran, sikap, prilaku dan tindakan yang positif. Dengan potensi itu seseorang akan dapat dengan mudah beradabtasi, berinteraksi, berkomunikasi dan berintegrasi dengan lingkungan kehidupannya.
Konsep ini dapat dibaca secara lebih mendalam pada buku yang berjudul "Prophetic Intelligence (Kecerdasan Kenabian) dan Prophetic Psychology (Psikologi Kenabian) yang ditulis oleh Hamdani Bakran Adz-Dzakiey, penerbit Al-Manar Yogyakarta. Bisa dibeli di toko-toko buku terdekat, atau di Pondok Pesantren Raudhatul Muttaqien Jl.Cangkringan Km 4 Babadan Purwamartani Kalasan Sleman Yogyakarta.
Konsep ini dapat dibaca secara lebih mendalam pada buku yang berjudul "Prophetic Intelligence (Kecerdasan Kenabian) dan Prophetic Psychology (Psikologi Kenabian) yang ditulis oleh Hamdani Bakran Adz-Dzakiey, penerbit Al-Manar Yogyakarta. Bisa dibeli di toko-toko buku terdekat, atau di Pondok Pesantren Raudhatul Muttaqien Jl.Cangkringan Km 4 Babadan Purwamartani Kalasan Sleman Yogyakarta.
Adversity,
Emotional,
Intellectual,
Intelligence,
Perceptual,
Prophet,
Psychology,
Spiritual
|
comments (1)